KRATON SOLO PURA MANGKUNEGARAN (dijelaskan oleh IBU
MARIANTI sebagai Local Guide di Pura Mangkunegaran)
Dinasti Mataram Islam, dulu masih di Kartosuro jaman Kartosuro
Amang Kurat Jawi atau Amang Kurat IV mempunyai 41 anak. Dari 41 anak terdapat 3
anak yang memiliki potensi yaitu:
1.
Anak pertama D’Permaisuri bernama Mangkunegoro putra
mahkota
2.
Anak ke sepuluh bernama Pakubuwono II
3.
Anak ke dua puluh satu bernama Mangkubumi
Anak ke sepuluh dan dua puluh satu ini ingin menyingkirkan Mangkunegoro
karena menginginkan tahta dan mereka meminta bantuan kepada belanda sehingga
Mangkunegoro dibuang ke Srilanka dan hingga saat ini tidak diketahui
keberadaannya.
Pada tahun 1755 mataram pecah menjadi 2 yaitu Surakarta dan
Yogjakarta. Surakarta Raja Pakubuwono II
dan Yogjakarta Raja nya Mangkubuwono I. anaknya Mangkunegoro itu yang dibuang
mempunyai anak Raden Mas Sabar, Raden Mas Said, Raden Ambiah mereka tidak boleh
hidup di Kraton mereka hidup diluar sampai tidur dikandang kuda. Setelah besar Raden
Mas Said dibantu oleh paman yang lain dan dibantu oleh juga pasukan tentara
cina bernama Raden Mas Garendi terkenal dengan namanya Sunan Kuning karena
kulitnya kuning dan mereka perang karena kesaktiannya mereka selalu menang.
Karena menang atas Perjanjian Salatiga diKalijateng. Pada tahun 1757 Surakarta
pecah menjadi 2 menjadi Mangkunegaran dan Kasunanan. Pada tahun 1813 Yogjakarta
pecah menjadi 2 yang pecah yaitu Raffles Gubernur Jendaral Inggris menjadi
Pakualaman dan Kasultanan. Awal berdirinya pada tahun 1757 oleh Raden Massaid
pada saat itu beliau tidak memiliki istana seperti ini masih rumah biasa kalau
istana seperti ini dibangun oleh Mangkunegoro yang ke II pada tahun 1804 dan
direnovasi oleh Mangkunegoro IV selesai tahun 1866. Bangunan ini bernama
Pendopo Agung paling besar di Indonesia Pendopo nya masih digunakan untuk
menari dan resepsi Raja. Memiliki 3 Gamelan:
a.
Gamelan 1850 namanya Kyai Pamudaki Segorowindu
dimainkan setiap hari sabtu
b.
Gamelan Kyai Lipposari khusus dimainkan untuk menari hari
rabu
c.
Gamelan paling tua dijawa dibawa dari Denmark ke
Surakarta 1751 Kyai Kayutmesum untuk upacara perkawinan raja atau putra-putri
penting yang ada disini.
Ada 4 pilar simbol kehidupan yaitu air,udara,tanah dan api. 4
pilar ini dari 1 pohon yang dibelah menjadi 4 pilar diameternya 60 x 60. Disini
ada kepercayaan yang bisa memeluk tiangnya bisa berdoa dan bisa terkabul.
Tempat tidur ditengah untuk meletakkan sesaji untuk Dewi Sri
setiap malam jumat karena masyarakat disini petani. Memetik padi pada petikkan
pertama diikat dengan kain baru dan digendong dengan kain baru dan selama
perjalanan membawa Dewi Sri pulang kerumah dan sepanjang perjalanan tidak boleh
bicara dengan siapa saja.
Ada juga perlengkapan untuk menari dan penarinya harus
berpuasa selama 3 hari, harus masih perawan dan penari harus ada kerabat dengan
Mangkunegaran juga dan tidak saat menstruasi. Untuk menari saat perkawinan Raja
dan Penobatan Raja. Penari biasanya berjumlah 7 orang dan 9 orang. Penarinya
berjumlah ganjil tetapi saat menari dan bisa menjadi genap.
Badong digunakan untuk menutup alat kelamin laki-laki. Jadi
pada jaman dulu Raja-raja mau pergi perang atau buruh yang pergi tanpa istrinya
dan ditutup oleh istrinya dan dikunci oleh istrinya agar tidak selingkuh dan
memakai mantra-mantra untuk menguncinya karena pakai kunci bisa diduplikat.
Badong juga digunakan untuk menutup alat kelamin perempuan
jika ditinggal suaminya pergi perang atau buruh agar tidak selingkuh.
Menggunakan mantra-mantra untuk
menguncinya.